Foto. Gubernur Sulawesi Selatan Tenggara, Letkol Andi Ahmad Rivai saat meninjau dampak banjir sungai Walanae.
Wartasulselnews.com – Bencana banjir yang melanda kawasan Sungai Walanae di Cabenge, Kabupaten Soppeng telah menjadi isu berulang yang menyita perhatian banyak pihak, termasuk tiga Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) yang berbeda dalam rentang waktu beberapa dekade terakhir.
Fenomena ini menunjukkan betapa seriusnya dampak bencana banjir terhadap kehidupan masyarakat sekitar, serta bagaimana penanganannya menjadi perhatian berkelanjutan.
Kunjungan pertama yang menyoroti masalah ini terjadi pada 3 November 1964, ketika Gubernur Sulawesi Selatan Tenggara, Letkol Andi Ahmad Rivai. Saat itu ia melakukan kunjungan langsung ke pinggir Sungai Walanae untuk melihat dampak banjir yang menghantam kawasan tersebut.
Kejadian ini menandai awal kesadaran akan kebutuhan penanganan yang lebih baik terhadap potensi bencana alam yang sering kali terjadi.
Kemudian, pada 12 Januari 2019, Prof. Dr. Nurdin Abdullah, Gubernur Sulsel yang baru saat itu, melakukan kunjungan serupa di kawasan Macanre-Cabenge. Ia berdiri di pinggir Sungai Walanae dan menyaksikan secara langsung runtuhan pinggir sungai akibat erosi yang semakin parah pasca-banjir.
Hal ini mengindikasikan bahwa masalah tersebut sudah semakin memburuk dan perlu perhatian lebih lanjut, mengingat kerusakan yang terjadi tidak hanya berakibat pada kehidupan sosial, tetapi juga pada sektor pertanian dan infrastruktur.
Terbaru, pada 23 Desember 2024, Pj. Gubernur Sulawesi Selatan Prof. Zudan melakukan kunjungan kembali ke Cabenge, menyaksikan langsung luapan Sungai Walanae yang kembali merendam pemukiman dan lahan pertanian warga.
Dalam kesempatan tersebut, Pj. Gubernur juga membagikan sembako kepada masyarakat yang terdampak banjir, sebagai bentuk bantuan darurat.
Diselah-selah kunjungan itu, seorang perwakilan pengusaha tambang pasir Sungai Walanae turut memberikan sumbangan simbolis berupa mie instan, yang menandakan kepedulian dunia usaha terhadap situasi sulit yang dihadapi warga.
Namun perlu diketahui bahwa keberadaan penambang pasir di sekitar Walanae seringkali menambah kompleksitas masalah lingkungan yang ada, karena kegiatan tersebut dapat memperburuk kondisi abrasi dan banjir.
Peristiwa-peristiwa ini menggambarkan betapa pentingnya perhatian yang berkelanjutan dari pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana alam seperti banjir, yang tidak hanya berulang, tetapi juga semakin memburuk dengan waktu.
Meskipun upaya mitigasi telah dilakukan, bencana ini menunjukkan perlunya rencana jangka panjang yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta, untuk mengurangi dampak dan mencegah terjadinya bencana serupa di masa depan.
(Penulis : H. Ahmad Saransi )