SOPPENG.WSS.NEWS.COM – STMIK Amika Soppeng menggelar acara Bincang Santai dengan menghadirkan narasumber Kepala SMP Negeri 1 Liliriaja, H.Sukarding. Rabu (15/3).
Bincang santai ini mengambil tema sejarah dan makna lambang daerah Kabupaten Soppeng.
Dalam rangka hari Jadi Kabupaten Soppeng yang ke 762, kita berbincang santai tentang sejarah Soppeng, salah satu diantaranya yang membuat kita penasaran adalah kenapa lambang Kabupaten Soppeng itu burung kakatua (Cakkelle) ujar Wahyuddin S, S.Kom., M.Kom.
“Kalau kita ke Kota Soppeng justru yang banyak kita jumpai adalah kalong yang banyak bergelantungan,” kata Wahyuddin Dosen STMIK Amika Soppeng.
Menjawab dari pertanyaan diatas H.Sukarding menjelaskan bawah asal mula “Cakkelle” di ambil sebagai lambang daerah Kabupaten Soppeng adalah, dahulu pernah terjadi musim kemarau yang berkepanjangan, masa paceklik,kemudian dilaksanakanlah “Tudang Sipulung” Musyawarah oleh Matua 60, 30 dari Soppeng riaja, 30 dari Soppeng rilau yang dipimpin oleh Matua Aru Bila.
lanjut di ceritakan, pada saat Musyawarah, tiba-tiba ada 2 ekor burung kakatua bertengkar di atas pohon memperebutkan sebulir padi. Inilah isyarat, tanda-tanda kehidupan maka, diikutilah burung kakak tua tersebut.
Dalam perjalan menelusuri arah burung kakatua, ia singgah makan nasi yang dibawa (bekal) itulah sebabnya daerah itu dinamakan Labokong, lalu melanjutkan perjalanan singgah lagi makan, ternyata ikan yang tersisa hanyalah kepalanya, itulah sebabnya ada daerah disebut Botto Ulu.
Setelah mau menyeberangi sungai, terhalang oleh pepohonan dan rerumputan yang rimbung, sehingga dibabak pepohonan itu, itulah sebabnya dinamakan tempat itu Lamaddumpu.
Kemudian setelah tiba di Sekkanyili ditemukanlah orang berpakaian Kuning duduk di atas batu, disekelilingnya penuh dengan padi yang sudah menguning. Berkatalah perwakilan Matua 60,
“Iyana Mai Kiengka Lamarupe, Maelokki Muamaseng Naajakna Tallajang, Idikna Kipopuang, Mudongiri Temmatipa, Musalipuri Temmadingi, Wesse Temmakapa. Elomu-ole Rikkeng, Passuroammu Kuwa Riturusi, Namauna Anammeng Na Pattarommeng Muteyai Kiteyai Toi.
Manurunge ri Sekkanyili “Temmabbelle Aregga, Teddua Nawa-nawaga?
Kemudian saling berpelukan dan mengucapkan ikrar sambil memegang segenggam padi. Di Berikanlah nama “Mallamumpatue” Nasabbiwi Dewata Seuwae. Lalu mengucapkan, “ Pura dek Nauttama Ricigarokku Iyae Lisegna Ase Narekko Engka Memekka Maceko Riapparentangekku.” Artinya: “isi padi tak akan masuk dikerongkongan saya bila berlaku curang dalam melakukan Pemerintahan selaku Datu Soppeng.
“Itulah sebabnya “Cakkelle” di jadikan lambang di Kabupaten Soppeng karena “Cakkelle” menjadi sebab sehingga di temukan To Manurunge ri Sekkanyili iya waddinge mitangi adecengenna wanua Soppeng, ucap Sukarding.
Terus mengapa Soppeng disebut sebagai kota Latemmamala?
Soppeng dinamakan kota Latemmamala, karena Datu yang pertama bernama Latemmamala To Manurunge ri Sekkanyili.
Kemudian makna yang terkandung pada lambang Kabupaten Soppeng, seperti (padi, jagung, kapas, ada karawi) adalah:
– Padi dan jagung adalah sumber kehidupan dan penghasilan utama masyarakat Soppeng.
– Kapas (ape) dipintal jadi benang, kemudian ditenun dibuat kain sarung, celana dan baju,
– Tembakau (Ico), Soppeng pernah terkenal sebagai penghasil tembakau.
Kemudian huruf lontara yang terdapat pada lambang kabupaten Soppeng (Ade, rapang, bicara, wari, sara’) mempunyai makna sebagai berikut:
– Ade = Tatanan kehidupan (hukum yang tidak tertulis): (ade’ maraja, ade’Abiasang, ade’Pura onro,ade’ Assituruseng)
– Rapang = Pedoman hidup/Al Qur’an, hadist, Pancasila, Pangadereng
– Wari = batasan yang baik/buruk hak dan kewajiban (hukum) Wari tanah, wari Assiajingeng)
– Bicara = musyawarah/mufakat
– Sara’ = syariat agama.
Ada juga tulisan lontara pada pita yang ada dibawa yang berbunyi (Dongiri temmatipa, salipuri temmadingi, wesse temmakapa) yang memiliki arti sebagai berikut:
– Dongiri temmatipa = menjaga rakyatnya dari gangguang keamanan, ketertiban. (polisi, tentara)
– Salipuri Temmadingi = Menjaga dari segi kesehatan lahir dan batin (Rumah sakit, dokter) termasuk pendidikan,
– Wesse temmakapa = terpenuhi kebutuhan pangan (Pertanian) papole wassele maega paggalunge.
” Ada ungkapan yang mengatakan “Naiya Soppeng, mangkangului ri Bulue, Massulappei rigalunge, natoddangi Tappareng. (Bulu Sewo, bulu anak dara, bulu dua) (Galungna maloang, asena kualitasnya bagus,makessing anrengenna. (Tappareng tempe maega balena),” ucap Sukarding. (*)
Biografi Narasumber
Nama : H. SUKARDING K., S.Pd., M.Si.
– Kepala SMP Negeri 1 Liliriaja Kab. Soppeng
– Anreguru pada Sekolah Budaya Bugis (SBB) Latemmamala.
– Guru Bahasa Daerah Bugis selama 25 Tahun.
– Menyusun Buku Bahasa Daerah SD 6 jilid Judul: Ada Pappaseng.
– Menyusun Buku Bahasa Daerah SMP 3 jilid Judul Ada Pappaseng.
– Menyusun Buku Bahasa Daerah SMA 3 jilid Judul Ada Pappaseng.